Sumber Gambar: id.pngtree.com |
Senja di tepi danau kampus dengan view
yang sangat indah. Aku duduk seorang diri dengan isi kepala berantakan. Terlalu
banyak pertanyaan yang ada dalam pikiran dengan keadaan hati yang gelisah. Aku
memandang senja di tepi danau dengan view masjid hingga tak terasa hari
mulai petang. Di temani dengan semilir angin, suara motor, dan suara mahasiswa
yang bergegas ingin meninggalkan kampus. Dengan vibes khas kota Surabaya
menjelang maghrib adanya suara Syi’ir Tanpo Waton karya Gus Dur
mengingatkanku akan kampung halaman bersama orang tua. Hingga aku tak sadar
kedua mataku mulai meneteskan air mata.
“Kalau aku gagal gimana ya?”
gumamku pelan.
Dari sekian banyaknya pikiran yang
ada di dalam kepala kalimat utama yang ku ucap hanyalah itu. Bukan karena aku
tidak yakin dengan diriku sendiri, tetapi diri ini hanya lelah. Memikul harapan
orang tua yang dibekali dengan niat dan tekad untuk jauh dari mereka demi mengais
segudang ilmu. “Ngga mungkin kan ini sia-sia? Skenariomu jauh lebih indah kan
tuhan? Aku ngga mau ber-ekspetasi lebih dalam lagi, karena yang ku ekspetasikan
akan kalah dengan realitaku yang telah Engkau rencanakan. Engkau selalu ada di sampingku
kan tuhan? Bantu aku selalu tuhan.” Lanjut gumamku dengan air mata yang menetes
secara deras menghiraukan apa kata orang.
Tidak terasa senja pun mulai
menghilang, langit mulai petang suara adzan dari masjid berkumandang. Aku
menghapus air mataku memberi motivasi kepada diriku untuk harus selalu kuat
apapun itu rintangannya harus aku hadapi. Karena aku hanya manusia yang tidak
lepas dengan masalah. Aku mulai bangkit dari tempat duduk dan bergegas untuk segera
pulang dan meninggalkan danau yang menjadi tempat meluapkan rasa lelahku.
Penulis: Mazarina Firdausi
Editor: Marta Ulin