Dok. LPM Qimah |
SURABAYA – Senat Mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora
menggelar acara peringatan tragedi Gerakan 30 September (G30S/PKI) dengan inovatif.
Bertempat di lobby Fakultas Adab dan Humaniora (FAHUM), kegiatan yang dihadiri
oleh puluhan mahasiswa ini bertujuan untuk merefleksikan kembali sejarah kelam
bangsa serta menanamkan jiwa demokrasi dan kesadaran akan hak asasi manusia.
“Landasan kita sebagai mahasiswa dan aktivis adalah untuk
memperingati sejarah kelam, di mana banyak suara aktivis dibungkam,” ungkap Radit
selaku ketua SEMA Fahum. "Acara ini kami selenggarakan agar mahasiswa
memiliki jiwa demokrasi yang kuat, menomorsatukan hak asasi manusia, dan
kebebasan berpendapat," imbuhnya.
Berbeda dari biasanya, acara ini juga menampilkan pembacaan
puisi dan sebuah monolog teatrikal yang mengangkat kisah putri Jenderal Ahmad
Yani. Menurut Radit, inovasi ini dilakukan untuk memberikan perspektif baru
dalam mengenang sejarah.
"Biasanya orang-orang mengadakan nobar film G30S/PKI.
Namun, kita berbeda. Kita memilih film 'Kupu-Kupu Kertas' yang di dalamnya ada
unsur kekerasan, kekejaman, sekaligus keromantisan untuk menarik minat
mahasiswa," jelasnya.
AB sebagai ketua pelaksana acara menambahkan bahwa pemilihan
film tersebut bertujuan mengangkat isu pembalasan dendam warga yang menjadi
korban keganasan PKI. Film tersebut juga dibalut dengan kisah romansa untuk
memancing ketertarikan Gen Z.
Meskipun acara ini bukan merupakan agenda tahunan dan hanya
menyesuaikan momentum, antusiasme mahasiswa dinilai sangat positif.
"Alhamdulillah, respons mahasiswa sangat positif.
Banyak yang antusias hadir dan berdiskusi kritis. Ini menunjukkan bahwa
mahasiswa masih punya perhatian tinggi terhadap isu sejarah dan
kebangsaan," ungkap AB.
Ketua SEMA juga mengapresiasi tingginya antusiasme tersebut,
meskipun sempat terkendala cuaca hujan dan perpindahan lokasi acara secara
mendadak.
Menariknya, acara ini dipersiapkan dalam waktu yang relatif
singkat. Ia menyebut persiapan hanya memakan waktu sekitar dua minggu karena
padatnya agenda organisasi mahasiswa lain. Sementara itu,ketua pelaksana
menekankan bahwa eksekusi final bahkan hanya membutuhkan waktu tiga hari berkat
kesolidan tim.
Sebagai penutup, kedua narasumber menekankan pentingnya
mengenang sejarah untuk masa depan.
"Sangat penting mengingat lembar-lembar sejarah supaya
kita dapat mengevaluasi masa lalu untuk merencanakan masa depan," pesan Radit,
yang juga merupakan mahasiswa jurusan sejarah.
Sedangkan AB turut menambahkan bahwa sejarah bukan untuk
dilupakan. Mengenang G30S/PKI berarti kita belajar dari masa lalu agar tragedi
serupa tidak terulang kembali. Dengan memahami sejarah, kita bisa menjaga
persatuan dan menumbuhkan rasa cinta tanah air.
Penulis: Indah Dian
Editor: Naura Maulika