Banjir Bali, Ketika Air Menuntut Balik

0


Sumber: https://share.google/T6aykQ6ri6GcBUXQu

Pulau Bali kembali diterjang banjir bandang setelah hujan deras mengguyur selama beberapa hari terakhir. Sejumlah wilayah terdampak mengalami kerusakan infrastruktur, rumah warga terendam, hingga menelan korban jiwa. Bencana ini menambah daftar panjang masalah hidrometeorologi yang semakin sering terjadi di Indonesia.

Fenomena banjir di Bali tak bisa dilepaskan dari kondisi lingkungan yang kian tertekan oleh pembangunan. Lahan resapan air banyak beralih fungsi menjadi kawasan pemukiman dan pariwisata, sementara aliran sungai dan drainase tidak mampu menampung debit air hujan. Akibatnya, air mencari jalannya sendiri, meluap, dan merendam kawasan padat penduduk.

Ironisnya, pulau yang dipuja dunia karena harmoni alam dan budaya kini harus termakan oleh kerakusannya sendiri. Pariwisata dijadikan dewa, sementara alam dikorbankan. Maka, ketika sungai meluap, ia tak sekadar membawa lumpur, tetapi juga membawa bencana dari tanah yang kehilangan daya serap dan dari hutan yang ditebang.

Kepala BPBD Bali menyampaikan bahwa pihakanya masih melakukan pendataan kerugian material dan korban terdampak. Ia menekankan bahwa fokus utama saat ini adalah evakuasi warga serta distribusi bantuan darurat. Namun kedepannya, upaya mitigasi harus diperkuat agar bencana serupa tidak terus berulang. Pernyataan ini sejalan dengan kebutuhan mendesak Bali untuk tidak hanya menanggulangi dampak, tetapi juga mengatasi akar masalah bencana.

Sementara itu, seorang pengamat lingkungan dari Universitas Udayana menilai bahwa jika tata ruang tidak segera ditata ulang, banjir maupun longsor bisa menjadi ancaman tahunan bagi Bali. Pandangan ini mempertegas bahwa pembangunan pariwisata yang kerap mengabaikan analisis dampak lingkungan hanya akan menambah kerentanan. Ironisnya, sektor yang menjadi tulang punggung ekonomi Bali justru bisa menjadi salah satu penyebab utama rapuhnya ekosistem pulau ini.

Pemerintah daerah bersama masyarakat kini dihadapkan pada tantangan besar: memperbaiki tata kelola lingkungan. Rehabilitasi hutan, normalisasi sungai, serta pengendalian pembangunan harus segera dilakukan agar banjir tidak terus berulang. Banjir Bali menjadi pengingat bahwa alam memiliki caranya sendiri untuk menagih haknya ketika manusia lupa menjaga keseimbangan. Kita selalu menyebut ini sebagai “bencana alam,padahal alam hanya sedang menuntut balik. Yang sesungguhnya bencana adalah manusia yang percaya bisa mengatur air tanpa memberi jalan bagi air itu sendiri.

Di tengah tangis keluarga yang kehilangan rumah, di antara tubuh-tubuh yang terbawa arus, pemerintah hanya sibuk menggelar konferensi pers dan janji pemulihan. Pertanyaannya: sampai kapan kita hanya menambal luka tanpa menutup sumber yang melukai?

Banjir Bali September ini seharusnya bukan hanya dipandang sebagai peritiwa buruk, melainkan sebagai peringatan keras. Jika ruang hidup terus dikelola dengan logika uang, jangan salahkan alam ketika ia menuntut dengan caranya sendiri. Sebab air-sebagaimana rakyat yang terpinggirkan-bisa diam dalam waktu lama tetapi ketika ia bergerak, semua yang sombong akan dihanyutkan.


Penulis: Avril Salma Jelita & Iwang Harianto

Editor: Alfil Laili

Tags

Posting Komentar

0Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Posting Komentar (0)

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Situs web kami menggunakan cookie untuk meningkatkan pengalaman anda! Learn More
Accept !