Pada Hari Rabu (28/08), sebagian kalangan Dosen Fakultas Adab dan Humaniora, mengadakan acara yang bekerja sama dengan Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI. Acara tersebut bertajuk "Dialog Keberagamaan Nusantara: Membangun Moderasi Beragama Melalui Dialog Budaya". Acara tersebut berlangsung sejak tanggal 28–30 Agustus 2019, bertempat di Hotel Papilio Jalan Ahmad Yani, Gayungan, Surabaya. Tidak hanya dihadiri oleh Dosen Fakultas Adab dan Humaniora, acara ini juga dihadiri beberapa perwakilan lain seperti; mahasiswa Universitas Airlangga dan Forum Masyarakat Gresik Pecinta Keberagaman (FORMAGAM) yang masing–masing berasal dari Agama Lain yakni Kristen, Budha, dan Kong Hu Cu.
Pembukaan acara diawali oleh sambutan dari Dekan Fakultas Adab dan Humaniora Bapak Agus Aditoni, lalu dilanjutkan oleh Bapak Muahmmad Zein selaku kepala Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI sekaligus pemateri awal acara diskusi. Ada 5 Materi yang disampaikan pada acara diskusi ini. Materi yang pertama yakni bertema “Ekspresi Budaya Keagamaan Nusantara di Era Post–Truth” disampaikan oleh Bapak Muhammad Zein. Materi kedua bertemakan “Kesaling terkaitan Budaya Keagamaan Nusantara” dengan pembicara Bapak Ishom.
Ketiga ada Ibu Abigail Soesana yang membawakan materi dengan tema “Konstruksi Keragaman Budaya Keagamaan di Indonesia dalam Perspektif Sosio – Antropologi”. Lalu yang keempat diskusi dengan tema materi “Eksistensi Keragaman Budaya Agama Sebagai Penangkal Radikalisme Agama” dibawakan oleh Bapak Abdul A’la. Materi yang terakhir adalah bertemakan “Perempuan Dalam Ragam Budaya Keagamaan” disampaikan oleh Bu Nabila. Setelah itu acara selanjutnya adalah penutup yang dipimpin oleh Dekan Fakultas Adab dan Humaniora Bapak Agus Aditoni.
Dalam sambutannya Bapak Agus Aditoni menyampaikan bahwa Agama tidak boleh terpisahkan dalam kehidupan berbudaya. “Agama Selalu Hadir dan tak pernah absen dalam realita kehidupan, Selalu menjadi kontrol sekaligus petunjuk kebudyaan. Agama sebagai produk budaya yang bersumber dari Tuhan itulah sehingga Agama jangan dijauhkan dari kebudayaan. Agama harus senantiasa di dialogkan dan terus dilibatkan dalam kehidupan berbudaya”. Tutur beliau dalam sambutannya. Disamping itu, Muhammad Zein juga turut memberikan sambutan. Beliau mengucapkan terima kasih atas kehadiran para peserta, sekaligus membuka acara dialog ini.
Dalam sambutannya, beliau menuturkan jika pada kurun waktu 15–20 tahun pasca Reformasi kita mengalami yang namanya Conservative Term. “Saya pikir ya memang 15 tahun terakhir pasca Reformasi, kita mengalami yang disebut Conservtive Term. Pembalikan wajah Agama yang tadinya damai harmonis, itu menjadi tidak harmonis (intoleran). Nah itu kurang lebih 15–20 tahun terakhir kita mengalami demikian. Kemudian, saya tidak tahu apakah itu gejala radikalisme atau gejala ketaatan yang menguat terhadap Agama kita.” Jelasnya.
Menurutnya hal ini dinamai oleh para ahli sebagai gejala Innocence. “Ada sekelompok kecil di orang Beragama kita, mengalami atau beragama Innocence (secara lugu). Jadi tugas kita ini sebagai tokoh–tokoh Agama adalah mencari cara untuk bisa menghentikan cara Beragama yang lugu itu (Innocence). Jadi inilah mengapa kita butuh dialog.” Ujar Bapak Zein. (Zf)