Sumber Gambar: Kru LPM Qimah |
Peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day di Surabaya pada Kamis (1/5/2025) berlangsung dengan aksi unjuk rasa damai yang diikuti para anggota buruh dan perwakilan mahasiswa. Massa mulai berdatangan sekitar pukul 14.00 WIB dengan membawa berbagai atribut perjuangan, termasuk patung tikus, bendera merah, bendera besar Konfederasi KASBI (Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia), serta poster-poster berisi tuntutan. Sebuah banner bertuliskan “Aku, Kamu, dan Kita Semua adalah Buruh” turut dibentangkan sebagai representasi solidaritas.
Pantauan di lokasi menunjukkan massa aksi mengenakan pakaian didominasi warna merah dan membawa dua unit mobil pick up yang dilengkapi dengan pengeras suara. Selain itu, aksi ini turut diramaikan oleh kehadiran mahasiswa dari berbagai universitas di Surabaya, antara lain FISIP UNAIR, UPN, Telkom, UNESA, dan kelompok yang menamakan diri “Gang Setan” (geng punk).
Orasi-orasi mulai bergema sekitar pukul 14.10 WIB. Menyuarakan berbagai isu dan tuntutan yang terangkum dalam Grand Issue “Buruh dan Rakyat Bersatu: Lawan Badai PHK, Wujudkan Supremasi Sipil, Tegakkan HAM”. Sebanyak 22 tuntutan dilayangkan, meliputi pencabutan Omnibus Law UU Cipta Kerja beserta peraturan turunannya, penghentian PHK dan pemberangusan serikat buruh, pemberlakuan upah layak nasional, penolakan sistem kerja kontrak dan outsourcing, perlindungan buruh perempuan, jaminan hak-hak buruh di berbagai sektor, pengangkatan guru dan pekerja honorer menjadi pegawai tetap, stabilisasi harga kebutuhan pokok, penolakan represifitas terhadap aktivis, penolakan militerisme, wujud reforma agraria sejati, keadilan ekologis, nasionalisasi aset asing, penegakan supremasi sipil, pengadilan pelanggar HAM, penolakan pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto, penghentian represifitas terhadap jurnalis, serta pemberian hak cuti melahirkan, menstruasi, dan cuti ayah.
Pada pukul 14.25 WIB, gelombang massa kedua yang terdiri dari mahasiswa ITS bergabung dengan aksi. Tak lama berselang, sekitar pukul 14.28 WIB, sebuah ogoh-ogoh dibakar sebagai simbol perlawanan terhadap penindasan. Suasana aksi tetap terjaga kondusif mulai awal hingga akhir. Sekitar 80 personel aparat kepolisian dan sekitar 60 personel TNI tampak berjaga di sekitar lokasi. Cat berwarna kuning tampak menghiasi jalan raya sebagai penanda aksi May Day.
Seorang buruh berinisial A yang diwawancarai saat aksi menyampaikan bahwa penetapan 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional di Amerika Serikat dan pengesahannya di Kongres Sosialis Dunia pada tahun 1889 seharusnya menjadi momentum kemenangan.
"Peringatan May Day masih menjadi simbol perlawanan terhadap kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat," ujanya.
Lebih lanjut, A menjelaskan bahwa 22 tuntutan yang dibawa dalam aksi kali ini mencakup berbagai aspek, termasuk reforma Agraria. Ia menyoroti Omnibus Law sebagai isu utama yang meresahkan karena mencakup 97 undang-undang yang dinilai merugikan berbagai kalangan masyarakat.
"Jika tuntutan pada aksi kali ini tidak direalisasikan, gerakan buruh dan rakyat akan semakin membesar dan meluas ke daerah-daerah," tambah A.
Selain itu, ia turut menyoroti keresahan buruh terkait keterlibatan TNI di pabrik-pabrik yang dianggap melindungi pengusaha. Besar harapnya atas terwujudnya keadilan bagi kaum buruh dan rakyat Indonesia.
Sementara itu, mahasiswi berinisial J, selaku Presiden BEM ITS menyatakan bahwa partisipasi para mahasiswa dalam aksi ini sebagai bentuk kesadaran mereka yang akan turut menjadi bagian dari dunia kerja di masa depan. Ia menekankan pentingnya solidaritas antara mahasiswa dan buruh serta mendesak pemerintah untuk segera mengatasi masalah pengangguran yang diprediksi akan meningkat di Asia Tenggara. Dirinya juga menyoroti pentingnya jaminan pekerjaan yang layak bagi para pemuda setelah lulus kuliah.
Aksi unjuk rasa May Day 2025 di Surabaya berlangsung damai dan berakhir sekitar pukul 16.45 WIB. Semangat persatuan antara buruh dan mahasiswa dalam menyuarakan tuntutan perubahan menjadi catatan penting dalam peringatan Hari Buruh kali ini.
Penulis: Arbila Dwi Samara