K.H. Abdul Karim Pendiri Pondok Pesantren Lirboyo

0

 

Sumber gambar: Lirboyo

K.H. Abdul Karim atau kerap disapa Mbah Manab, lahir pada 1856 di Diyangan, Magelang, Jawa Tengah. Beliau dikenal sebagai sosok yang berada di garda terdepan melawan penjajah, beliau mengirimkan santri-santrinya dalam pertempuran Surabaya bahkan perlawanan terhadap Partai Komunis Indonesia (PKI) di Kediri dan sekitarnya.

Sejak kecil, K.H. Abdul Karim giat mencari ilmu bersama sang kakak yang bernama Kiai Aliman. Pesantren yang pertama beliau singgahi terletak di Desa Babadan, Gurah, Kediri. Kemudian beliau meneruskan mengembara ilmu di daerah Cepoko, Nganjuk selama 6 tahun. Setelah dirasa cukup, beliau meneruskan ke Pesantren Trayang, Bangsri, Kertosono, Nganjuk, Jawa Timur di sinilah beliau memperdalam ilmu Al-Quran. 

K.H. Abdul Karim juga menuntut ilmu di Pesantren Sono, Sidoarjo selama 7 tahun untuk memperdalam ilmu shorofnya, selanjutnya beliau belajar di Pesantren besar di Pulau Madura dibawah bimbingan Syaikhona Kholil Bangkalan selama 23 tahun. Pada usia 40 tahun K.H. Abdul Karim meneruskan pencarian ilmu di Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur yang diasuh oleh sahabat karibnya semasa di Bangkalan, Madura yakni K.H. Hasyim Asy’ari.

Pada tahun 1908 K.H. Hasyim Asy’ari menjodohkan Mbah Manab dengan putri dari Kiai Sholeh Banjarmelati yakni Siti Khodijah alias Nyai Dlomroh. Dua tahun kemudian beliau dibelikan tanah dan dibuatkan rumah sederhana oleh mertua beliau yakni Kiai Sholeh Banjarmelati di daerah Lirboyo, di sinilah titik awal berkembangnya Pondok Pesantren Lirboyo. Pada awalnya beliau hanya mendirikan musala yang biasa disebut dengan langgar, sebagai sarana belajar ilmu agama untuk masyarakat sekitar. Akan tetapi, tidak disangka justru sekarang berkembang pesat menjadi tempat yang tidak asing lagi untuk semua orang yakni Pondok Pesantren Lirboyo.

K.H. Abdul Karim dikenal sebagai sosok yang sederhana, bersahaja, gemar melakukan riyadhoh (mengolah jiwa) sehingga seakan hari-harinya hanya berisi mengaji dan tirakat. Beliau juga dikenal sebagai orang yang zuhud, pendapat ini disimpulkan dari cerita khodam yang menemani saat beliau hendak menunaikan haji, saat itu beliau bertemu dengan K.H. Hasyim Asy’ari yang juga hendak menunaikan ibadah haji. 

K.H. Hasyim Asy’ari bertanya kepada K.H. Abdul Karim “gowo sangu piro” (bawa uang berapa). K.H. Abdul Karim menjawab “mboten ngertos” akhirnya K.H. Hasyim Asy’ari meminta uang K.H. Abdul Karim untuk dihitung dan ternyata jumlahnya lebih dari cukup untuk ibadah haji. 

Sepulang menunaikan ibadah haji beliau mulai menunjukkan tanda kurang sehatnya dan sempat berulang kali jatuh sakit. Bahkan yang cukup menyedihkan adalah kondisi kesehatan beliau turun drastis hingga beliau sakit lumpuh.

Sampai akhirnya pada awal bulan Ramadan tahun 1374 H, K.H. Abdul Karim semakin kritis sehingga beliau tidak mampu lagi menjadi imam sholat dan memberikan kajian. Bertepatan pada Senin tanggal 21 Ramadhan 1374 H atau tahun 1954 M beliau menghembuskan nafas terakhirnya dan dikebumikan di belakang Masjid Lawang Songo Podok Pesantren Lirboyo, Kediri. Al-fatihah.


Penulis: Indah Dian Kusumawardani

Editor: Intan


Tags

Posting Komentar

0Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Posting Komentar (0)

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Situs web kami menggunakan cookie untuk meningkatkan pengalaman anda! Learn More
Accept !