Tiga Puluh Akademis Kampus Tegur Presiden: Bentuk Kemunduran Demokrasi Era Jokowi

0

 

Sumber gambar: Kompas.com

Sejumlah kampus baik swasta maupun negeri telah memberikan teguran keras kepada Presiden Jokowi atas kemunduran demokrasi yang terjadi akhir-akhir ini. Banyak keprihatinan yang disampaikan oleh para akademisi kampus menanggapi tindakan presiden saat ini yang dianggap menunjukkan keberpihakan dan melakukan sikap politik praktis.

Sebuah kritik diutarakan Guru Besar UGM (31/1) bahwa Presiden Jokowi telah melakukan tindakan-tindakan menyimpang ditengah proses pemilu saat ini. Seperti yang disinggung Guru Besar UGM yakni pelanggaran etik di MK, keterlibatan aparat penegak hukum dalam masa demokrasi saat ini, hingga pernyataan Presiden Jokowi tentang keterlibatannya dalam masa kampanye. Akademisi UGM juga meminta dan mendesak Presiden Jokowi untuk kembali ke koridor demokrasi. Setelah UGM menyatakan kritik tersebut, akademisi dan guru besar kampus lainnya juga melayangkan gagasan yang sama kepada Presiden Jokowi, sekaligus memberikan teguran keras untuk kembali ke demokrasi yang sehat dan mengikuti peraturan yang ada. 

Mengapa teguran keras ini dilakukan?

Semua bermula dari keputusan MK yang menunjukkan keberpihakan dan disinyalir telah bekerja sama, membentuk politik dinasti dengan memastikan anak presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, agar bisa masuk mengikuti pemilu. Ditambah Ketua MK sendiri merupakan paman dari Gibran, hal ini menimbulkan kecurigaan mengenai pembangunan politik dinasti dan berlanjut dengan sikap presiden selama masa kampanye, yang menunjukkan ketidaknetralan dan keberpihakan kepada salah satu paslon. 

Berangkat dari sikap Jokowi di atas, pihak Universitas Islam Indonesia (UII) juga membahas bahwa MK telah melakukan pelanggaran etika yang disampaikan oleh rektor UII, "Indikator utamanya adalah pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden yang didasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi No. 90/PUU-XXI/2023.” 

Bukan hanya itu sikap Presiden Jokowi dalam memberikan pernyataan bahwa presiden boleh melakukan kampanye saat pemilu dianggap telah menyalahi aturan undang-undang. Disorot sebagai kesalahan karena beliau menyampaikan bahwa presiden boleh melakukan kampanye dan menunjukkan bukti undang-undang. Sementara dalam undang-undang yang dipaparkan hanya berupa potongan, padahal jika dibaca semua isi UU No. 7 Tahun 2017, presiden memang diperbolehkan kampanye tetapi harus mengambil cuti dan tidak menggunakan fasilitas negara. Oleh karena itu, Presiden Jokowi dianggap telah melakukan pembodohan publik ketika menyampaikan undang-undang secara tidak lengkap.




Apakah teguran ini bentuk politisasi dan sejauh mana teguran ini berdampak?

Teguran yang dilakukan oleh guru besar kampus bukan ditunggangi oleh politik namun, murni bentuk protes dan keprihatinan para akademisi terhadap kondisi demokrasi saat ini yang dinilai kurang sehat dan telah keluar dari jalur. Beberapa masyarakat menganggap bahwa ini merupakan bentuk politisasi, padahal aksi teguran tersebut digaungkan dengan alasan yang kuat dan mendasar. Selain itu juga, adanya kekhawatiran guru besar kampus terhadap demokrasi saat ini yang tidak sesuai dengan aturan. 

Isu ini sangat penting untuk diperhatikan agar publik paham bahwa demokrasi di Indonesia sedang dimainkan dengan cara kotor. Bentuk teguran dan kritik ini mungkin hanya sampai kepada sebagian masyarakat. Akan tetapi, tidak ada usaha yang sia-sia karena melalui cara ini juga berpotensi menyadarkan presiden atas penyalahgunaan kekuasaan yang harusnya segera diselesaikan.

Sasaran teguran secara tidak langsung bisa berdampak ke masyarakat dan kabinet kerja presiden, seperti pemunduran jajaran kabinet, seusai keluarnya banyak petisi dari beberapa kampus. Pejabat tersebut adalah Mahfud MD sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (MENKOPOLHUKAM) serta Basuki Tjahaja Purnama selaku Komisaris Pertamina, tindakan keduanya didasari keinginan untuk fokus berkampanye dengan tidak melanggar undang-undang. Hal tersebut dilakukan agar menjadi contoh untuk paslon lain supaya tidak menggunakan jabatan semasa berkampanye, sesuai dengan UU No. 7 Tahun 2017.

Berangkat dari polemik yang ada dalam pemilu berupa penyalahgunaan kuasa, pelanggaran kode etik, hingga pernyataan presiden yang menimbulkan pro kontra. Membuat akademisi kampus turun guna menyampaikan aspirasi dan petisi mereka agar sampai kepada Presiden RI beserta jajarannya. Akan tetapi, tanggapan yang diberikan presiden tidak cukup memuaskan dengan banyaknya pelanggaran yang dilakukan. Dengan demikian, masyarakat berpotensi tidak cukup percaya jika hanya dengan pernyataan dan omongan. Bahkan gagasan yang disampaikan Presiden Jokowi, tidak menjawab sebagian poin pertanyaan dari akademisi kampus.

Jika akademisi dan guru besar kampus dianggap berpolitisasi dan tidak didengar lantas, apakah masyarakat biasa dapat didengar dengan baik oleh petinggi negeri? 

Penulis: Fella Audita Julistya

Editor: Intan


Tags

Posting Komentar

0Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Posting Komentar (0)

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Situs web kami menggunakan cookie untuk meningkatkan pengalaman anda! Learn More
Accept !