![]() |
Dinamika awal puasa Ramadhan: mengapa terjadi perbedaan? (Sumber gambar: Unsplash.com) |
Bulan Ramadhan adalah satu diantara beberapa bulan yang sangat dinanti-nantikan oleh masyarakat muslim di seluruh dunia. Bulan yang penuh dengan keberkahan ini begitu dinanti karena memang pada bulan ini banyak sekali keutamaan-keutamaan ibadah serta kebaikan-kebaikan yang nantinya akan berbuah pahala. Di bulan ini juga umat muslim di seluruh dunia menjalankan ibadah wajib yang masuk kategori rukun Islam ke-4, yakni puasa satu bulan penuh atau biasa disebut Puasa Ramadhan.
Dalam menjalankan puasa Ramadhan sudah barang tentu harus dijalankan pada waktu yang tepat, karena jika tidak, sudah pasti puasa yang dijalankan tidak dianggap sah sebagai puasa Ramadhan. Namun, di Indonesia seringkali terjadi perbedaan pendapat mengenai awal mula masuknya bulan Ramadhan. Adanya perbedaan ini terjadi karena berbedanya landasan yang digunakan oleh masing-masing golongan. Ada yang memulainya lebih awal, ada juga yang belakangan.
Perlu diketahui bersama bahwa dalam penentuan awal bulan dalam Islam atau yang biasa disebut dengan bulan Qomariyah dilakukan dengan cara yang berbeda-beda, yakni melalui metode Hisab dan Rukyat.
1. 1. Hisab
Hisab berasal dari Bahasa Arab حسب-يحسب-حسلبا yang berarti menghitung atau membilang.
Sedangkan secara istilah, hisab diartikan sebagai perhitungan
benda-benda langit untuk mengetahui kedudukannya pada waktu yang diinginkan.
Dalam konteks penentuan awal bulan qomariyah, perhitungan ini menggunakan
rumus-rumus tertentu untuk mengetahui posisi Matahari, Bulan, dan Bumi pada
tiap akhir bulan qomariyah sehingga dapat ditentukan kapan awal mula bulan qomariyah
berikutnya. Penggunaan metode hisab untuk penentuan awal bulan qomariyah
didasarkan pada dalil al-Qur’an dan Hadits diantaranya:
(a) Q.S Yunus (10):5
هُوَ
الَّذِيْ جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاۤءً وَّالْقَمَرَ نُوْرًا وَّقَدَّرَهٗ مَنَازِلَ
لِتَعْلَمُوْا عَدَدَ السِّنِيْنَ وَالْحِسَابَۗ مَا خَلَقَ اللّٰهُ ذٰلِكَ اِلَّا
بِالْحَقِّۗ يُفَصِّلُ الْاٰيٰتِ لِقَوْمٍ يَّعْلَمُوْنَ
Terjemah: Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan
bercahaya, dan Dialah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar kamu
mengetahui bilangan tahun, dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan
demikian itu melainkan dengan benar. Dia menjelaskan tanda-tanda
(kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.
(b) Hadits Riwayat Imam Bukhari
“Bercerita kepada kami Yahya Bin Bukair, ia berkata menceritakan
kepadaku Al-laits dari uqail dari Ibn Syihab berkata Salim bin Abdullah bin
umar telah mengkhabarkan kepadaku bahwa Umar ra. menyampaikan bahwa ia
mendengar Rasulullah SAW bersabda bila kamu melihal hilal, maka berpuasalah,
dan bila kamu melihat hilal maka berbukalah. Bila hilal
ilu tertutup awan
maka kira-kirakanlah ia”.
Metode hisab terbagi menjadi beberapa cara:
1) 1) Hisab Ijtimak Qoblal Ghurub
Metode hisab ini menentukan awal bulan baru dengan cara menghitung waktu
ijtimak. Jika ijtimak terjadi sebelum terbenamnya Matahari, maka malam itu juga
merupakan awal mula bulan baru. Metode ini sama sekali tidak memperhitungkan
posisi ufuk dan hilal. Meskipun hilal belum berada di atas ufuk sehingga tidak
dapat terlihat, asalkan sudah terjadi ijtimak sebelum terbenamnya Matahari,
maka malam itu adalah awal bulan baru.
2) 2) Hisab Ijtimak Qoblal Fajri
Metode hisab ini tidak jauh berbeda dengan metode sebelumnya, yakni
dengan menghitung waktu ijtimak. Jika ijtimak terjadi sebelum terbitnya fajar,
maka setelah terbit fajar merupakan awal bulan baru. Jika ijtimak terjadi
setelah fajar, maka hari itu adalah hari ke-30 dan awal bulan baru dimulai pada
hari berikutnya. Perbedaannya dengan metode hisab qoblal ghurub hanya
terletak pada anggapan permulaan hari. Pada metode sebelumnya menganggap bahwa
dimulainya hari baru adalah setelah terbenamnya Matahari sedangkan pada metode
ini menganggap bahwa dimulainya hari baru adalah setelah fajar.
3) 3) Hisab Wujudul Hilal
Metode hisab ini menetapkan awal bulan baru apabila sudah terpenuhi 3 syarat, yaitu sudah terjadi ijtimak, ijtimak terjadi sebelum terbenamnya Matahari, dan pada saat Matahari terbenam; piringan bulan masih berada di atas ufuk. Jika satu diantara syarat-syarat tersebut ada yang tidak terpenuhi, maka bulan tersebut disempurnakan 30 hari.
2. 2. Rukyatul
Hilal
Secara istilah, rukyat diartikan dengan melihat hilal (bulan
baru) pada saat terbenamnya Matahari tanggal 29 bulan qomariyah. Apabila hilal
sudah terlihat pada saat itu, maka malam itu juga ditetapkan sebagai awal mula bulan
qomariyah. Namun, jika hilal tidak terlihat pada saat itu, maka bulan qomariyah
saat itu digenapkan menjadi 30 hari dan ditetapkan bahwa awal bulan berikutnya
jatuh pada malam berikutnya.
Penentuan awal bulan qomariyah menggunakan metode rukyat didasarkan pada
beberapa dalil al-Qur’an dan Hadits diantaranya;
(1) Q.S Al-Baqarah (2):89
وَلَمَّا جَاۤءَهُمْ كِتٰبٌ مِّنْ عِنْدِ اللّٰهِ مُصَدِّقٌ لِّمَا مَعَهُمْۙ
وَكَانُوْا مِنْ قَبْلُ يَسْتَفْتِحُوْنَ عَلَى الَّذِيْنَ كَفَرُوْاۚ فَلَمَّا
جَاۤءَهُمْ مَّا عَرَفُوْا كَفَرُوْا بِهٖ ۖ فَلَعْنَةُ اللّٰهِ عَلَى
الْكٰفِرِيْنَ
Terjemah : Dan setelah sampai kepada mereka Kitab (Al-Qur'an) dari
Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka sedangkan sebelumnya mereka
memohon kemenangan atas orang-orang kafir, ternyata setelah sampai kepada
mereka apa yang telah mereka ketahui itu, mereka mengingkarinya. Maka laknat
Allah bagi orang-orang yang ingkar.
(2) Hadits Riwayat Imam Muslim
“Berpuasalah kamu karena melihat hilal, dan berbukalah kamu karena melihat hilal. Bila kamu tertutup oleh mendung maka sempurnakanlah bilangan”.
3. 3. Imkanurrukyah
Imkanurrukyah secara bahasa berarti kemungkinan terlihat. Sedangkan secara istilah, imkanurrukyah
adalah ukuran-ukuran tertentu posisi hilal dianggap sah. Ukuran-ukuran
dalam imkanurrukyah sendiri ditentukan oleh MABIMS (Menteri-menteri
Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura). Sebelumnya ukuran imkanurrukyah
adalah tinggi hilal minimal 2 derajat di atas ufuk dan sudut elongasi minimal
3 derajat. Namun kemudian, ada perubahan imkanurrukyah yakni tinggi
hilal minimal 3 derajat di atas ufuk dan sudut elongasi minimal 6,4 derajat.
Ketentuan ini adalah ketentuan yang digunakan secara resmi oleh pemerintah yang
merupakan bagian dari MABIMS tersebut.
Dengan adanya beberapa metode yang digunakan dalam penentuan awal bulan
hijriah tersebutlah, akhirnya menimbulkan perbedaan-perbedaan mulainya awal
bulan hijriah dari beberapa golongan. Ada yang memulai puasa pada hari Sabtu
(02/04/2022) seperti golongan masyarakat Muhammadiyyah karena menggunakan
metode hisab wujudul hilal. Ada juga yang menentukan awal bulan melalu
sistem rukyatul hilal seperti Nahdlatul Ulama sehingga memutuskan
memulai puasa pada hari Minggu (03/04/2022). Bahkan ada yang memulai puasa pada
hari Jum’at (01/04/2022) karena didasarkan pada hisab yang penulis sendiri
belum mengetahui pasti menggunakaan metode apa. Namun, mau bagaimanapun juga,
sudah pasti penentuan awal bulan hijriyah yang berbeda-beda ini memiliki dasar
dan landasan masing-masing sehingga tidak perlu adanya perdebatan. Tinggal
dipilih mana dasar yang memang cocok dengan pribadi masing-masing. Karena
sebenarnya perbedaan pendapat para ulama adalah rahmat bagi para umat.
Oleh Isnanda Osama
Editor: Riska Aprilia