“Sampai kapan aku bisa menatap senja di langit Istanbul ini ya Rabb ? “ gumamnya dalam hati.
Semakin ia berlama-lama semakin ia terpesona akan keindahan langit Istanbul yang begitu memikat, secangkir kopi hitam khas tak terasa menemani sorenya kala itu, adzan merdu terdengar dari masjid megah yang tak asing lagi, semburat mega yang disuguhkan cakrawala membuatnya ingin duduk tak beranjak,
“ Astaghfirullah, sudah waktunya sholat maghrib dan aku masih disini, bagaimana kau bisa menduakan Tuhanmu Ali ! “
Segala pinta ia panjatkan, segala syukur ia ucapkan tak berhenti tasbih ia sebutkan, tak terasa air mata jatuh bergantian, betapa baik Tuhan yang mengabulkan segala doanya, menuliskan kisah Tholabul Ilminya di negri Turki yang elok dengan budaya, Masjid yang didirikan oleh Sultan Ahmed I yang berasal dari dinasti ottoman, arsitektur yang khas menggabungkan beberapa seni arsitektur Byzantium dan Hagia Sophia dengan arsitekur tradisional islam, menjadikan Masjid biru ini salah satu tempat favoritnya. Ia terus berkeliling sekitar masjid dan rasa kagum pun tak terlepas dari sang arsitektur Masjid biru ini Mehmed Ali Aga, ya beliau arsitektur muslim yang berhasil mendirikan bangunan kokoh nan megah. Ali sapaan seorang mahasiswa Indonesia yang merantau di tanah Turki tak melewatkan momen-momen indah ini, ia duduk di pelataran masjid sembari membaca buku favoritnya, saat kedua bola matanya memandang sekeliling, satu yang ia tuju, seorang gadis hanya mengenakan tudung, yang tidak menutupi seluruh kepalanya, dan duduk di teras masjid tetapi tidak menunaikan sholat maghrib yang nampak sedikit canggung dan bingung
“ Sorry, what are you doing here ? dont you want to pray ? and are you confused ?” sapa Ali
“ Yaa..im waiting my friend praying, sorry Im crishtian”
“ Ohh forgive me please “
“ Ayo sava ! “ panggil seorang gadis berhijab
“ Yukk rum, jadikan ke toko buku”
Ali yang semakin bingung dengan percakapan bahasa negri asalnya,
“ Wait, are you arum saraswati ? temen SMA ku di Indonesia ? are you from Malang ?” tanya Ali dengan sedikit terheran
“ Yes, Ali ? Zulfikar Hussein Ali ?” timpalnya terkejud.
“ Yahh ahlan yaa arum, keyf hal ?”
“ Alhamdulillah, ana bii khoiir, wahh ga nyangka ya ketemu di sini, semakin hebat kamu Ali”
Ali yang hanya tersenyum kecil, masih menyimpan tanda tanya pada teman Arum.
“Eehh iyaa li kenalin, temenku Sava, lengkapnya Alsava Bertilda, dia beda dengan kita li, she is crishtian, but she is good personal , dia ini blasteran li hehe, jawa inggris,ga kelihatanan kan li kalo cewe jawa, terus…..”
“ Ohh God, are you Indonesian, can you speak Indonesia ?” sahut ali sebelum arum menyelesaikan penjelasannya
“ Yes I’m Indonesian and yes I can” jawab sava dengan senyum lepasnya yang khas
“ Ohh yaa li, bagaimana dengan penyakitmu ? membaik? “ tanya arum
“ Alhamdulillah rum, sehat dong, buktinya sekarang aku di Turki, I can reach my dream rum”
“ Alhamdulillah ,ehh yudah li kita duluan yaa buru-buru hehe, “
“ Nice too meet you Ali, see you soon “ pamit Sava dengan wajah inggrisnya
“Nice too meet you too sava, see you”
Hari itu pertama kalinya Ali bertemu dengan Sava, ia merasa aneh dengan dirinya, entah apa yang dirasakan yang jelas rasa ini tidak pernah Ali rasakan sebelumya. Jam 20.00 waktu setempat, Ali yang sudah membuat janji dengan salah satu dokter di rumah sakit Istanbul, dan kabar yang tak pernah ia harapkan dari perkembangan kesehatannyakesehatannya, Leukimia penyakit ganas yang menyerang Ali sejak usianya 13 tahun, setiap tahunnya memberikan kabar kemunduran, upaya dokter menyembuhkan Ali tak bisa membuatnya sembuh total, hanya saja membantunya bertahan dari tahun ke tahun, tetapi itu semua akan terkalahkan dengan semangatnya menuntut ilmu dan semangatnya dalam berdakwah, yang Ali tahu, ia seorang lelaki menuju dewasa yang hobbi sekali travelling, fotografi,dan sketsa.
Bursa, 16 maret 2012
Lagi-lagi, dengan topi kupluknya, tas kamera, serta ransel yang berisi buku sketnya, Ali melancong mencari spot baru untuk mengisi kekosongannya. Salah satu café etnik di Bursa menjadi pilihannya untuk beristirahat, menyiapkan segala alat tempurnya untuk membidik setiap objek dengan lensanya, sejenak ia berhenti dan berfikir
“ Ya Allah, aku pertama bertemu Sava, tetapi mengapa aku selalu yakin dengannya, wajahnya teduh, matanya yang khas serta bola mata yang kebiruan, lesung pipi, serta garis-garis wajahya yang begitu sempurna masih kuingat jelas, astaghfirullah maafkan hamba ya Rabb membayangkan gadis sedetail itu, tapi bukanah hal yang fitrah jika manusia memiliki rasa cinta, tapi dia seorang crishtiani, Ya Allah bantu hamba mengatasi rasa ini, setidaknya jika ia yang akan ku jadikan pendampingku kelak, akan ku tuntun ia untuk mengenal agamaku, melaksanakan kewajiban seorang mulim, mencintai Tuhanku, dan yang selalu merindukan baginda Nabi Muhmammad, jika memang ia jodohku kelak……..” perdebatan batin Ali yang tak terasa membawanya duduk berjam-jam.
Terhitung sudah lebih dari 4 bulan sejak pertemuan Ali dengan Sava di Blue mosque, sekalipun mereka tidak pernah bertemu lagi. Kesehatan Ali yang berangsur-angsur semakin melemah, tak sekalipun ia tampakkan didepan teman-temannya, tak menyurutkan tekatnya untuk meraih gelar sarjana, predikat mahasiswa berprestasi pun mampu ia sandangkan pada dirinya, hebatnya lagi, KBRI Indonesia menyanggupi untuk memproses jenjang S2 Ali sebagai penerima beasiswa Negara.
Istanbul, 24 Juni 2012
“ Hai Ali ? “ sapa seorang perempuan dari arah punggungnya
“ Ohh hai ….. Sava…? ” Sontak Ali terkaget dan menoleh
“ Boleh kita mengobrol sebentar Ali, ada sesuatu yang ingin kusampaikan “
“ Ohh ya tentu Sava, silahkan”
“ Boleh saya duduk disini “ jawab sava sembari menunju salah satu kursi kososng
“ Yaa tentu…”
“ Ali aku sudah mendengar semua tentangmu dari Arum, kamu adalah seorang muslim yang taat sekali dan paham akan agama, selalu menjalankan sunnahnya, dan seorang pemuda yang penuh akan pendirian, sejujurnya saat kamu bertemu denganku di masjid, aku ingin menjadi seorang muallaf Ali, aku ingin belajar agama islam, aku ingin menjadi muslimah yang taat, apa kamu mau menuntunku dan mengajariku semua tentang islam ? “
“ Maaf Sava, apa yang mendorongmu untuk memeluk islam, apa kamu yakin ? agama tidak untuk main-main, dan bagaimana dengan orang tua serta pandangan keluarga besarmu kelak ? “
“ Resah yang selama ini aku alami, gelisah yang sering aku rasakan hilang ketika Arum membacakan ayat al-Quran, aku kagum Ali ketika melihat umat muslim melaksanakan sholat, aku merasa damai ketika aku berada di masjid, melihat Arum yang rutin melaksanakan sholat malam, seolah-olah ia telah mencurahkan segalanya kepada Tuhannya, dan aku ingin semua itu Ali, ayahku sorang Nasrani dan ibuku Muslim yang dibesarkan dalam 2 agama, seperi aku sekarang Ali, tidak ada masalah jika aku memilih islam ataupun menjadi seorang Nasrani, dan keluargaku tidak sefanatik itu terhadap agama,” jelas Sava yang tak terasa mengalirkan air mata.
Ali yang mendengar semua cerita Sava hanya terdiam dan menunduk, seakan ada yang ia pikirkan dari penjelasan Sava tadi, keadaan pepustakaan kampus yang hening membuat mereka terbawa akan syahdu kala itu.
“ Sebentar Sava, kenapa tidak Arum saja yang mengajarimu dan menuntunmu ? kalian sesama perempuan bisa lebih leluasa ? “
“ Arum cuti kuliah li, dia kembali ke Indonesia untuk beberapa waktu ini, ayahnya sakit keras, dan mengiginkan Arum untuk pulang.”
“ Innalilahi… kenapa Arum tidak memberitahu ku Sava ?”
“ Karena Arum berpesan ia tidak mau merepotkan orang lain li, jadi bagaimana apa kamu bersedia li?”
“ Insyaallah, aku siap, besok jam 4 kutunggu kamu di masjid sava, bisa ? “
“Yahh of course Ali, see you”
Pukul 16.00 waktu setempat, Sava sudah nampak di pelataran masjid, dengan tudung yang sama saat ia pertama kali bertemu dengan Ali, bedanya kali ini Sava menggunakan abaya hitam yang semakin membuat tubuh jenjangnya terlihat anggun, tanpa ragu Sava berdiri dan berjalan menghampiri Ali, mereka saling memandang tanpa henti, yang dibuyarkan dengan pandangan Ali yang di alihkan, tanpa berlama-lama, Ali mengajak Sava masuk untuk bertemu salah satu ustad,yang akan membimbing Sava membaca 2 kalimat Syahadad, Sava yang bercucuran air mata merasa sangat bahagia dengan pencapaiannya.
Tiga bulan berlalu, Ali banyak mengajaran Sava tata cara sholat, mempelajari segalanya tentang islam, mengenalkan Sava pada sesama muslimah yang akan lebih mampu membimbing Sava dalam hal berbusana, setiap malam Ali bermunajat pada Tuhannya, memohon dengan segala kerendahan diri, apakah Sava gadis selama ini yang ditunggu Ali, yang ingin dijadikan Ali sebagai pendampingnya, tetapi disisi lain Ali harus memikirkan penyakit yang dideritanya,bagaimanapunAli akan menyimpan sendiri apa yangiarasakan” biarkanaku dan rabbku saja yang tau” gumamnya dalam hati.
Genap satu tahun Ali mengenal Sava, mengetahui latar belakang satu sama lain dan tidak satupun yang ditutupi, Ali yang terus menyimpan perkembangan penyakitnya tanpa diketahui oleh Sava,semakin hari Ali ingin menghindar perlahan dari kehidupan Sava, bukan karean Ali tidak mencintainya, bahkan itu bentuk rasa cinta Ali untuk Sava, ia tak ingin melihat Sava sedih atas apa yang dideritanya, Sava yang semakin hari semakin merasa tidak lagi mengenal Ali, ia lebih banyak berkumpul dengan mahasiswi muslimah laiinnya, mulai aktif mengikuti kajian, bakti sosial, ikut belajar mengaji dan kegiatan positif yang bertolak belakang dengan kehidupan Sava yang dulu, ia merasa berhutang budi pada Ali dan juga Sava merasa ada sesuatu yang berbeda yang ia rasaan saat bertemu dengan Ali, tapi kemana ia bisa bertemu dengan Ali dan kembali bercengkrama seperti dulu, bahkan sekarang Ali sangat sulit dihubungi, hanya doa yang bisa ia sampaikan pada Tuhannya.
Selat Bosporus 2 juni 2013
“Assalamualaikum Ali, apa kabar ? lama kita tidak bertemu, bagaimana tentangmu”
“ Waalaikumsalam, Alhamdulillah, tentangku ? , bagaimana dengamu yang bisa menikmati senja di selat Bosporus ini Sava ? tempat favoritmu bukan ? “
“Yahh, sangat baik, bahagia, dan penuh rasa syukur”
“Begitulah aku saat ini Sava”
“Ali, menurutmu, wanita harus menjadi seperti khadijah yang menyatakan rasa cintanya pada Rasulullah, atau Fatimah yang tetap menyimpan rasa cintanya pada sayyidina Ali ?”
“ Semuanya ada pada dirimu Sava, menjadi seperti siapapun, yang terpenting tidak menyalahi aturan agama kita”
“Ali……..”
“Maaf sava aku tidak bisa mengantarmu berkeliling Turki untuk saat ini, berwisata ke Bursa, mengunjugi Cappadocia,dll. Aku pamit Sava, jaga dirimu baik-baik, wassalamualaikum “
“ Ali tunggu… “
Saat itulah pertemuan Ali dan Savauntuk yang terakhir kalinya.
Hagia Shopia 4 februari 2004
Sava yang tak lagi mendengar kabar Ali, semakin merasa tersakiti oleh sikapnya, acuh yang hanya ingin ia tunjukkan ketika Ali datang menemuinya lagi.
“ Va, beneran gamau ketemu Ali ? dia pengen ketemu kamu loh” tanya Arum yang sudah kembali dari tanah air
“ Maaf rum, aku ga kepengen, lagian setelah ini aku akan dilamar seseorang pilihan pamanku, aku ingin melupakan Ali rum”
“ Va….”
“Please rum, aku yakin Ali tidak menyimpan rasa padaku, apa kamu pernah lihat rum Ali peduli padaku, menemuiku sesekali saja?”
“ Iyaa juga va , tapi kita kan ga tau gimana perasaan Ali ke kamu?”
“ Sudah cukup rum, its enough and over”
Beberapa bulan berlalu, Sava dengan penuh rasa pasrah mempersiapkan segala keperluan lamarannya, ia yang setelah melaksanakan sholat dhuha di Masjid dan hendak menyebrang, dengan sengaja ia ditabrak oleh mobil yang melaju kencang, dan spontan dari arah belakang ada seseorang yang medorong Sava, untuk menyelamatkannya. Setelah selang beberapa waktu mereka yang dilarikan ke rumah sakit, dan Sava pun tersadar
“ Rum,siapa yang menolongku?”
“ Ali va, sekarang dia dimana ? aku ingin bertemu dengnnya ?”
“ Sabar Sava, kamu harus ikhlas, Ali sudah sembuh”
“ Apa maksudmu ? jawab arum !”
“ Ali selama ini mengidap penyakit leukemia Va, dia menyembunyikan dari kita semua tentang perkembangannya, dia Cuma bilang kalo dia sudah sembuh dan sehat, itulah alasan Ali mengapa jarang berkumpul dengan kita, karena ia harus melakukan serangkaian perawatan dokter Va, ini ada titipan dari Ali untukmu “
Bursa 20 Desember 2004
Teruntuk Alsava Bertilda A.
Assalamualaikum Sava, how are you ? im glad to know you and to be your friend
Sava, jika kau bertanya padaku, aku akan menjawab bahwa jadilah kau seperti Fatimah yang menyimpan rasa cintamu untuk lelaki yang kau sayangi, aku harap itu aku, maaf aku menghilang karena penyakit yang ku alami sejak berumur 13 tahun, aku bersyukur bisa mengenalmu Sava, aku bersyukur bisa mendampingimu membaca 2 kalimat syahadat di masjid biru itu, aku senang kau rajin melaksanakan sholat dhuha dan mengikuti segala kajian, aku memperhatikanmu dari kejauhan Sava, kau nampak cantik dengan gamis-gamis abayamu, dengam kerudung yang menutupi kepalamu, aku sesekali tertawa saat kau bilang “Li kau tau nama belangkang ku ada singkatan A kan ? itu kepanjangannya adalah Alsava bertilda Aisyah, agak lucu sih makanya disingkat,” tapi kali ini aku ingin memanggilmu dengan sebutan Aisyah, yaa.. ketika aku mendengar kau akan dilamar, aku berniat memberikan hadiah ini padamu Sava, aku ikut bahagai, walau sebenarnya hancur, itu video ketika aku treveling keliling Turki va, ku rekam semua yang ku singgahi, karena aku teringat perkataanmu “Li aku pengen deh keliling Turki ini dengan imamku nanti, hehe dan kuharap itu kamu Li” dengan suara mengecil di akhir, maaf Va aku gagal, hanya video ini yang akan mengajakmu berkeliling Turki dan kalung ini A untuk Aisyah
Aku
Zulfikar Husein Ali
Tak ada kata yang terucap dari mulut Sava, selain tangis dan rasa yang melebur menjadi satu, yang ia tahu bahwa Turki dan Ali adalah bagian dari kisah hidupnya .
Ali pun kembali ke hadapan Rabbnya dengan sejuta cinta suci untuk Sava yang tidak pernah ia ungkapkan, tidak pernah sekalipun Ali menodai cintanya kepada Sava dengan perbuatan maksiat maupun hal-hal yang mengantarnya kepada perbuatan maksiat tersebut. Justru Ali mengantarkan Sava pada kehidupan Islam yang penuh dengan perdamaian dan ilmu-ilmu kekal yang kelak bermanfaat walaupun Ali tidak berada di samping Sava lagi. Dan itulah kado terindah Ali bagi Sava yang wafat syahid memendam cintanya yang suci nan ‘iffah. Itulah syahid, yang tidak hanya dapat diraih dengan berperang. Inilah syahid yang menempa seorang lelaki sholeh demi wanita yang dicintainya. Karena cinta sucilah yang dapat mengantarkan seseorang menuju keridhoan-Nya.
Oleh : Rilda (Prodi Sastra Arab)
TAK TERUNGKAP

Author -
Redaksi LPM Qimah
Mei 23, 2020
0
Tags

Redaksi LPM Qimah
LPM QIMAH adalah sebuah Lembaga Pers Mahasiswa yang berada di Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Ampel Surabaya. LPM QIMAH mulai berdiri pada 28 Oktober 1968 bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda. Sampai saat ini LPM QIMAH masih terus eksis dalam sepak terjang di dunia kejurnalisan mulai dari berita-berita dari fakultas maupun kampus. Bahkan, LPM QIMAH juga membuka diri untuk penulis-penulis muda berbakat untuk mulai menulis pada bidang yang ditekuninya, seperti sastra dan khazanah keilmuan.