Salah satu hal yang paling urgent dalam suatu organisasi adalah rekrutmen. Yang mana hal ini menjadi bagian penerus keberlangsungan organisasi tersebut. Selasa (09/10) perseteruan antara SEMA dan HMI kembali terjadi di depan fakultas Adab dan Humaniora. Sehari sebelumnya sudah terjadi perseteruan antara keduanya yang berujung pelaporan ke pihak kepolisian setempat. Hal ini dipicu oleh legalitas pembukaan stand rekrutmen oleh pihak HMI. Kejadian ini menarik perhatian dari berbagai kalangan, utamanya Wadek III selaku bagian kemahasiswaan. Sehingga untuk mengatasinya Wadek III mengadakan mediasi antara kedua belah pihak.
Mediasi dilakukan tak selang berapa lama setelah kericuhan terjadi. Dalam wawancara yang kami lakukan, Wadek III menyebutkan bahwa perseteruan ini sudah dalam tahap cooling down dan berharap masalah ini tidak berkepanjangan. “Mediasi sendiri dilakukan dengan mempertemukan kedua belah pihak guna membangun komitmen bersama agar kedepan dapat bersinergi.” Tutur Nasaruddin, selaku Wadek III. Dalam pelaksanaannya, bukan hanya kedua belah pihak yang bersangkutan tetapi kabag pusat dari kemahasiswaan juga turut hadir dan menyumbangkan argumen mengenai masalah ini. Pertemuan ini lebih mengarah ke pemberian himbauan-himbauan untuk membangun komitmen bersama guna menciptakan keaadan kondusif adab ke depan, sedang ruang berargumen antara kedua belah pihak dibatasi dengan harapan mereka tidak usah menoleh ke belakang sehingga forum lebih kondusif. Forum sengaja dirancang sedemikian rupa supaya mereka menyadari bahwa sebelum ke pihak yang berwajib masih ada ‘kami’ selaku keluarga. Hal ini bersangkutan dengan kasus pelaporan yang dilakukan pihak HMI atas SEMA. Menurut Wadek III masalah ini bisa diselesaikan dengan kekeluargaan tanpa menyinggung ke jalur hukum dan itu bisa dilakukan melalui pihak fakultas atau rektorat. Mediasi ini berakhir dengan harapan semoga keduanya segera bersinergi dan segera diselesaikan dengan cara kekeluargaan.
“Permasalahan hari Selasa itu lanjutan dari hari Senin. Sebenarnya akar dari permasalahannya itu mengenai perizinan.” Ungkap Erik, salah satu perwakilan pihak HMI ketika mediasi kemarin. Dalam wawancara yang kami lakukan, Erik menjelaskan panjang lebar mengenai keluh kesah yang mereka rasakan selama ini. Menurut pengakuannya, pihak HMI (Diwakili Soni) sudah melakukan lobbying dengan pihak SEMA (Diwakili Alwy) mengenai perizinan stand. Ketika proses lobbying berlangsung pihak SEMA memberikan dua syarat yakni 1). Mereka diizinkan stand setelah Mapaba berlangsung 2). Silahkan membuka stand tanpa menggunakan atribut. “Fungsi kita sama dengan organisasi ekstra lainnya dimana kita juga butuh kader untuk rekrutmen, kita juga butuh stand untuk perekrutan, kita juga butuh hal-hal pengenalan seperti mengibarkan bendera dan lain-lain. Tapi ketika dua syarat itu diberikan kepada kita yaa kita nggak mau. Kalau dua syarat itu tidak terpenuhi berarti kita tidak boleh membuka stand. Nah, mau tidak mau kita harus berontak. Namanya kita bicaranya melawan ketidak adilan dan ini tidak hanya terjadi di tahun-tahun ini. Tahun-tahun sebelumnya juga sama tapi kita tidak berani memberontak.” Kata erik. Ketika ditanya soal surat perizinan, Erik menjelaskan bahwa yang lebih tahu soal ini adalah mas Soni karena dia yang melakukan proses lobbying dengan Alwy, selaku ketua SEMA. Soni mengaku sudah melayangkan surat perizinan ke pihak SEMA namun karena dua syarat yang diberikan akhirnya surat itu ditarik kembali. “Dari subyektifitas kami beranggapan bahwa kita seakan-akan mengambil sisa-sisa yang nggak ikut Mapaba. Kita nggak mau seperti itu. Berarti nggak ada persaingan dong di situ.” Lanjut Erik menanggapi dua syarat di atas. “Hasil mediasi kemarin (09/10) sebenarnya lebih mengasih masukan ke kita, bukan ceramah yaa.. memberikan sedikit motivasi ke kita dan Alhamdulillah kita diberikan sedikit suara meskipun hanya diwakili satu orang satu orang dan hasilnya kemarin yang saya tangkap bahwa ternyata kegiatan ekstra diilegalkan di kampus, dan ini masih dikaji oleh pihak kabag kemahasiswaan.” Jelas Erik menjelaskan proses mediasi kemarin.
Dalam wawancara yang kami lakukan kepada pihak SEMA yang diwakili oleh Alwy selaku ketua. Ketika ditanya mengenai surat perizinan Alwy mengatakan bahwa, “Mereka sama sekali belum, karena gak ada surat izin yang saya terima, satupun gak ada. Yang ada mediasi saya dengan ketua HMI (Soni) itu, kita ngopi dan itu membahas tentang pelangaran mereka yang pertama mengenai buka stand di C1. Memang dia (soni) meminta izin secara lisan, tapi saya bilang sampean ini melanggar kok ujung-ujung minta izin, jadi gak ada surat izin, itu gak ada.” Menurut pengakuannya, ada hal yang sangat memalukan yang mereka lakukan, justru mereka mengangkat hal ini ke pihak kepolisian “Saya tidak menjudge organisasinya, mungkin oknum-oknumnya yang terlalu dangkal dalam berpikir dan tidak faham terkait prosedural dan regulasi di internal fakultas.” Alwy juga menambahkan “ kalau kasus ini mau dibawa ke kepolisian, ke TNI, ke presiden sekalipun, kita gak takut.” tutur Alwy. Mengenai mediasi yang dilakukan Wadek III terhadap kedua belah pihak, Alwy mengungkapkan bahwa mediasi yang dilakukan Wadek III bukanlah mediasi tapi lebih kepada ceramah “Kemarin di Dekanat bukan malah jadi mediasi tapi kita diceramahi saja, gak ada mediasi” Ungkapnya. Dia juga menambahkan bahwa “Dalam mediasi tersebut kita hanya diberikan pemahaman kalau kita ini satu rumpun, satu fakultas kita sama-sama harus saling faham.” Kemudian mengenai isu yang beredar bahwa PMII juga terlibat. Alwy membantah dengan tegas bahwa konflik yang terjadi pada hari Senin yang berlanjut di hari Selasa adalah konflik antara SEMA dan HMI bukan dengan pihak lain. “Saya tegaskan ini bahwa konflik yang terjadi mulai dari hari Senin sampai Selasa kemarin, ini konflik antara SEMA selaku badan internal tertinggi di fakultas dengan HMI selaku organisasi external, jadi tidak ada sangkut pautnya dengan konflik antara PMII dengan HMI.” Pihak SEMA juga sangat menyayangkan aksi HMI yang melayangkan berita sepihak dari Harian Jatim sehingga Fikrah Media juga melayangkan berita untuk menandinginya.
Dari kedua belah pihak yang berseteru serta para petinggi fakultas bahkan rektorat sama-sama menginginkan masalah ini cepat selesai dan menemukan titik terang. Pihak SEMA menginginkan HMI segera meminta maaf secara tertulis dan permintaan maaf secara jelas kepada institusi SEMA dan fakultas. Sedangkan pihak HMI menuntut keadilan jika memang kegiatan ekstra diilegalkan di kampus berarti harus setara. Bahkan menurut pernyataannya, masalah ini sudah mendapat perhatian dari pengurus HMI cabang Surabaya dan diketahui oleh pihak HMI pusat. Pihak HMI menginginkan damai asalkan segala peraturan yang dibuat harus fair dan mereka tidak menginginkan adanya hal-hal yang bersifat idealis bagi SEMA dan tidak idealis bagi HMI. Wadek III juga sangat mengharapkan permasalahan ini segera menemukan titik terang dan mereka saling damai demi adab yang lebih sinergi. (sy/wl/ln/mf)