![]() | |
|
Seiring majunya era
digital, mulai bermunculan banyak kegiatan dan bisnis yang dapat dilakukan oleh
masyarakat, tak terkecuali para remaja. Namun, bagaimana jika bisnis yang
dilakukan oleh para remaja adalah bisnis jasa sewa pacar? Apakah hal ini masih
termasuk bisnis yang positif dan wajar?
Fenomena sewa pacar atau
pacar rental akhir-akhir ini banyak dijumpai di kalangan remaja. Nahasnya,
bisnis ini juga dikelola oleh para mahasiswa yang memiliki latar belakang
pendidikan cukup baik. Mereka melakukan bisnis ini secara online, yakni
dengan menemani client mereka melalui pesan atau chat. Tetapi,
bisnis ini juga bisa dilakukan secara offline atau bertemu secara tatap
muka.
Fenomena ini merupakan
salah satu dampak dari pandemi, di mana mereka diharuskan untuk selalu berada
di rumah dan tidak bisa bersosialisasi dengan baik. Faktor dari individu yang
merasa kesepian dan kurangnya interaksi secara langsung menjadi faktor terbesar
munculnya jasa sewa pacar ini.
Mereka yang menggunakan
jasa ini biasanya mencari suasana baru setelah mengalami putus cinta. Beberapa
dari mereka juga membutuhkan support atau terkadang hanya sekadar
membutuhkan teman ngobrol.
Namun di sisi lain, banyak
juga yang menyalahgunakan jasa sewa pacar ini hanya untuk melampiaskan nafsu
sesaat mereka. Dampak penyalahgunaan jasa ini sangatlah fatal apalagi jika
penggunanya masih di bawah umur dan tidak mengetahui batasan.
Di samping itu, ada juga
bisnis sewa pacar yang sangat menghindari hal-hal ‘kotor’. Mereka memberikan
aturan-aturan untuk para pelakunya. Jadi, agensi mereka hanya menawarkan jasa
seperti menjadi teman ngobrol atau teman untuk sekadar diajak hangout.
Menanggapi peristiwa ini,
penulis memberikan kesempatan kepada beberapa mahasiswa FAHUM, UIN Sunan Ampel
Surabaya untuk menyampaikan pendapat mereka terkait bisnis ini. Dari pernyataan
yang disampaikan, mereka cenderung tidak setuju dengan bisnis ini.
“Kesepian ngga bisa
dijadikan alasan untuk melakukan hal seperti itu, kalau kesepian kita bisa
mencari kegiatan lain, seperti bekerja atau melakukan kegiatan yang lainnya,”
ujar Nur Zamzamil Zakkiyah, salah satu mahasiswa prodi Bahasa dan Sastra Arab.
“Aku kontra banget sama
hal yang kayak gini. Jadi, ngga ada yang baik dari itu semua
kalau menurutku,” ujar Cindika, mahasiswa prodi Sejarah Peradaban Islam.
Sementara itu Devita Ainur,
salah satu mahasiswa prodi Sastra Inggris dan Zonni Bahauddin Hilmi, mahasiswa
prodi Sejarah Peradaban Islam menganggap bahwa terdapat faktor-faktor lainnya
yang menjadi sebab banyaknya para remaja yang mencoba bisnis sewa pacar, baik
sebagai pelaku atau penyewa jasanya.
“Menurutku itu salah satu
penyalahgunaan teknologi. Mungkin mereka yang kesepian bisa lebih membuka diri
pada keluarga dan teman-temannya. Di sini peran orang tua juga sangat
dibutuhkan.” Tegas Devita Ainur
“Faktor paling utama adalah
tidak bisa jaga diri. Di sisi lain faktor lingkungan yang memaksa, seperti
lingkungannya yang hedonis sehingga membutuhkan uang untuk bergaya dalam
hidup,” ujar Zonni Bahauddin Hilmi.
Impact dari bisnis sewa pacar ini adalah kembali lagi pada mindset para
pelakunya. Jika bisa membatasi diri, maka bisnis ini bisa menjadi ladang relasi
yang bermanfaat. Tetapi jika malah menyalahgunakan bisnis ini sebagai ajang
pelampiasan nafsu, maka bisnis ini bisa dikatakan sebagai bentuk kejahatan.
Namun, jika berpegang teguh pada iman, bijaknya tentu tahu mana batasan yang
dilarang atau diperbolehkan oleh agama.
Penulis: Dita Rahma, Aisyah Restu
Editor: Nuzurul Rochmah