Kuliah Daring Bikin Semuanya Jadi Kering

0
Oleh : Hikmah Nurul Islami 

Indonesia sekarang tengah menghadapi wabah virus Corona atau secara ilmiah disebut dengan istilah Covid-19 (Corona Virus Disease-19). Mewabahnya virus Corona ini menyebabkan dampak yang sangat besar meliputi banyak sektor baik ekonomi, sosial, bahkan pendidikan. Berbagai keputusan diambil sebagai upaya memutus mata rantai penyebarannya. Dibidang Pendidikan contohnya, berbagai tindakan dilakukan agar proses belajar-mengajar tetap berlangsung di tengah Corona, mulai dari e-learning dengan platform andalannya (ya kita semua pasti sudah tau), peniadaan Ujian Nasional, hingga belajar di rumah. Pada tingkat perguruan tinggi, proses pembelajaran dialihkan ke sistem Daring (Dalam Jaringan) dengan menggunakan berbagai platfromnya. Para mahasiswa dan dosen dipaksa melaksanakan proses pembelajaran dari rumah, meskipun tidak semua mahasiswa dan dosen siap terapkan kebijakan belajar dirumah.  Dalam beberapa kasus yang dialami mahasiswa akhir terkait bimbingan skripsi, ada beberapa dosen yang tidak mau bimbingan secara online dan proses sidang skripsi online.

Dalam proses pelaksanaannya banyak kendala yang terjadi ketika kuliah daring dilakukan. Misalnya saja, terbatasnya sinyal, kuota sekarat, tidak memahami materi, waktu kuliah melebihi kuliah offline, dikejar-kejar deadline, hingga kuliah harian diganti tugas sebagai ganti absensi. Faktanya, kendala yang paling sering terjadi adalah terbatasnya sinyal dan penggunaan kuota yang bisa berkali lipat dibanding biasanya, ini karena kuliah daring ini dilakukan secara online di media sosial atau media online lainnya. Pihak Kampus memang memberikan keringanan berupa kuota gratis, tapi sayangnya kuota tersebut hanya bisa digunakan di satu platfrom saja yaitu … kamu mungkin sudah tau. Jika seperti ini bisa disebut percuma bukan?. Lantas apa sebenarnya maksud pihak kampus memberikan subsidi kuota jika setengah-setengah?.

Kuliah daring ternyata juga mempunyai dampak yang kurang baik akibat terlalu lama melihat laptop dan handphone. Selain pusing, efek menatap layar komputer dan handphone  terlalu lama mengakibakan otot mata menjadi tegang. Menghabiskan lebih dari tujuh jam sehari di depan komputer bisa menyebabkan sindrom yang menyerupai mata kering, ungkap penelitian terbaru di JAMA Ophtyhalmology. Mata kering dan dompet kering ternyata sangat akrab dengan mahasiswa ditengah mewabahnya Corona. Contohnya saja bagi mahasiswa yang mata kuliahnya sehari penuh. Ditambah lagi dengan tugas-tugas yang kian hari kian banyak akibat kuliah daring harian diganti tugas. Mahasiswa mau tak mau harus menyelesainkannya jika  sudah dikejar deadline. Hingga akhirnya stress akibatnya menganggu kesehatan mental mahasiswa. Karena menurut penelitian stres yang mendalam dialami seseorang yang mendapatkan beban diluar kemampuannya. 

Dalam situasi seperti ini perlu adanya kerjasama antara mahasiswa dan dosen yang tidak hanya memudahkan dosen tetapi juga mahasiswa. Ingat bahwa disini dosen dan mahasiswa adalah simbiosis mutualisme yaitu harus saling menguntungkan dan tidak berat sebelah. Peran mahasiswa yang digadang-gadang sebagai Agent Of Change juga perlu benar-benar dilakukan. Memang, beberapa DEMA-SEMA (Dewan Eksekutif Mahasiswa-Senat Mahasiswa) di tingkat kampus sudah mengajukan keringanan kepada pihak kampus, tetapi apakah itu membuahkan hasil?. Tetapi, disamping mahasiswa, peran dosen juga harus disesuaikan dengan porsi, kemampuan, serta kondisi mahasiswa. Dan yang paling penting hanya butuh kerjasama yang memudahkan kedua pihak untuk tetap bisa belajar ditengah-tengah wabah. 
Tags

Posting Komentar

0Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Posting Komentar (0)

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Situs web kami menggunakan cookie untuk meningkatkan pengalaman anda! Learn More
Accept !